Senin, 23 Juni 2014

MIMPIKU



Mataku terpaku pada langit malam yang begitu indah malam ini. Begitu indah kilaunya sehingga membuatku terhanyut dengan lamunan indahku. Hanya bangku diteras rumah yang menjadi saksi kesepianku malam ini, hingga sebuah suara membuyarkan lamunanku.
“Eky…” panggil suara itu. Suara yang tidak asing bagiku. Seakan tidak percaya dengan sosok yang kini berdiri di hadapanku, aku mengucek mataku. Kulihat lagi sosok didepanku itu, kemudian kucubit lenganku agar aku yakin bahwa aku tidak sedang bermimpi.
“Kak Dudi?” akhirnya aku sanggup menyebutkan namanya. Sosok lelaki yang selama 4 bulan terakhir ini seperti lenyap dari duniaku. Aku kemudian bangkit dari bangkuku dan memeluknya.
“Kakak kemana aja? Aku kangen banget ma kakak.” Tak terasa airmata itu telah membentuk sungai kecil dipipiku. Hangat dekap ini yang sangat kurindukan. Pelukan hangat ini yang membuatku sangat merindunya.
“Koq nangis?” tanyanya sambil menyeka airmataku yang semakin deras saja membanjiri pipiku. Rasa rindu yang meletup-letup didadaku yang membuatku tak mampu membendung airmata ini.
“Aku kangen banget ama kakak. Aku tuh rindu setengah mati. Mana kakak gak pernah ngabarin aku. Handphonenya juga gak pernah aktif.” Jelasku.
“Iya, maafin aku ya saying. Kakak juga rindu koq sama kamu pesek. Kakak malah kangen banget sama kamu. Cuma memang disana gak ada sinyal. Gimana kakak mau ngasih kabar sama kamu saying. Sekali lagi kakak minta maaf.” Jelasnya yang dilanjutkan dengan kecupan hangat tepat di keningku.
Dudi kemudian merenggangkan pelukanku dan mengajakku untuk duduk dibangku yang tadi kududuki.
“Yuk duduk lagi. Kakak capek nih…” tanpa kulepaskan pelukan itu, aku berjalan menuju bangku semula. Aku kemudian duduk disebelahnya masih dengan pelukan yang sangat erat.
“Kakak koq pergi gak bilang-bilang sih?” rajukku.
“Mau ngasih surprise aja buat kamu. Hehe”
“Ugh… surprise kakak gak lucu. Aku hamper aja mati karna kangen ma kakak. Kakak udah kayak hilang ditelan bumi. Mana aku Tanya sama Mail, dia jawabnya juga bilang gak tahu. Aku kan jadi panic kak.”
“Hehe, aku kan sekongkol sama Mail.
“Ih dasar ya…. Dasar emang sepupuan yang kompak kalian ya?” jawabku, kemudian ku pasang muka manyun di depannya.
“Ih, jangan manyun gitu dong… ntar tambah pesek loh….” Bujuknya
“Biarin… pokonya aku ngambek. :P”
“Ih pesek… jangan gitu dong.” Bujuknya dengan wajah yang sedikit memelas di hadapanku. Aku sungguh tidak tega melihat wajahnya yang seperti itu.
“Iya deh… aku maafin, tapi janji jangan diulang lagi ya? Janji?” kemudian ku tawarkan jari kelingkingku padanya. Dia pun menyambut apitan kelingkingku.
“Janji.” Jawabnya mantap kemudian mengecup kembali keningku.
“Aku tuh saying banget ma kamu Eky ku saying. Gak mungkin aku bikin kamu menunggu kayak gini lagi. Sueeeerrrrr. Oh iya, aku punya sesuatu buat kamu. Tapi, kamu tutup mata dulu dong”
“Apaan sih? Kejutan apa? Iya deh aku tutup mata aku.” Kemudian kutututp mataku dengan telapak tanganku sendiri.
“Gak boleh ngintip ya?” Dudi kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dari dalam saku jaketnya.
“Oke, sekarang, buka matanya.” Aku kemudian membuka mataku dengan perlahan.
“Tadaaaaa, ini buat kamu pesek ku saying….”
“Apa ini kak?” tanyaku. Dudi kemudian berlutut dihadapanku. Sambil membuka kotak kecil itu dengan perlahan.
Will you marry me my princess?
Dengan bibir yang bergetar ku jawab pinangan Dudi itu.
Yes I will.” Aku kemudian ikut menunduk dan memeluk erat Dudi. Lelaki yang selama ini sangat aku cintai. Rasa bahagia yang begitu  memuncak didadaku. Serasa aku adalah wanita yang paling beruntung malam ini. Sungguh aku sangat bahagia karena apat  bersatu dengan orang yang sangat aku sayangi itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar