Kamis, 21 Agustus 2014

Obsesi sajalah!!



“Kapan married?” pertanyaan yang sangat simple. Tapi sedikiti menyesakkan untukku yang sudah hampir genap berusia 24 tahun. Usia yang memang sudah tidak muda lagi. Sudah banyak  angkatanku, bahkan adik-adik angkatanku di sekolah dulu yang sudah berkeluarga, bahkan sudah memiliki anak yang lucu-lucu. Kadang aku juga merasakan iri pada mereka. Namun, pernikahan sepertinya  menjadi sebuah gerbang yang sangat besar untuk kulalui. Entah, mungkin aku belum siap. Atau mungkin aku sedikit banyak mengalami percikan kecil dalam masalah asmara.
Ibu juga kadang-kadang mulai sedikit rewel jika menyangkut masalah ini. Namun, entah mengapa, saat ini aku merasa hampa saja. Aku merasa malas untuk memulai kembali hubungan asamara. Meski dengan lelaki yang berbeda, namun perasaan yang sama itu masih menghantui. Perasaan takut untuk dikhianati. Takut untuk ditinggalkan (hahaha). Naïf memang kedengarannya. Namun, itulah yang saat ini sedang merajai hatiku. Rasa takut dan trauma.
Berulang kali dikhianati, justru membuatku kebal saat ini. Bahkan terkesan mati rasa (Lebay deh). Namun, sungguh saat ini aku merasa benar-benar hampa. Aku  mulai tidak tertarik pada lawan jenis. Tapi, bukan berarti aku ingin pindah haluan seperti kata Asma. Sepertinya jiwaku hanya butuh ‘istirahat’. Istirahat  dan merehat semuanya kembali. Memulihkan jiwaku kembali.
Pengkhianatan yang menghantam hatiku bertubi-tubi itu, benar-benar membuatku……  (pffftttt….. sulit untuk menjelaskan dengan kata-kata, lebay lagi deh haha).  Karena, bukan sekali atau dua kali aku merasakan sakit itu. Berkali-kali, bahkan presentasenya mencapai 75%, (udah kayak survey apaan aja! Haha). Kembali bahas ibu, awal aku pacaran sama cowok, doi semangat banget buat larangin gue pacaran. Tapi, pas doi udah semangat, justru gue yang udah kendur. Bener-bener dunia gue jungkir balik.
Ya, sekarang aku hanya ingin focus pada studiku  saja. Aku hanya bertekad ingin memperbaiki diriku. Memperbaiki semuanya. Karena, aku masih percaya pada prinsip “Wanita yang baik untuk pria yang baik. Begitupun sebaliknya”. Studi dan ibu. Ya, dua hal yang menjadi focus kehidupanku saat ini. And welcome for new Eky. No more drama, and no more tears again.

Episode Laraku



Sebuah episode lara dalam hidupku.
Episode yang membersitkan lara yang mendalam.
Episode kehidupanku yang tak pernah aku harapkan.
Sebuah episode  yang menghempaskan hidupku
Kedalam jurang kenistaan.

Ketika bagian itu sangat kusesali.
Seandainya  bisa bagian itu aku hapus.
Aku ingin mengulang semuanya.

Kini penyesalan memelukku.
Merundungkan duka.
Menyayatkan sembilu.

Aku terbenam dalam lautan nista yang tak berbatas.
Aku nyaris tak merasakan lagi indah.
Hanya sunyi, gelap gulita.
Dan aku kini benar-benar sendiri.

Ingin kuteriakkan dukaku itu.
Ingin kulepaskan segalanya.
Aku ingin kembali….

TERIAKAN ISI HATIKU

Kulangkahkan kakiku menuju ujung dermaga itu.
Perlahan namun pasti langkahku mengantarkanku.
Sambil melangkah dengan gerakan yang lemah gemulai bak penari balet,
Kerentangkan kedua tangaku….
Kutengadahkan kepalaku menantang langit
Yang semakin megah dengan semburat cahaya bagai kilauan emas.
Kunikmati suara deru ombak yang beradu dengan karang yang begitu kokoh.


Di ujung dermaga itu,
Mulai kuhantarkan segala dukaku.
Kutatap lekat-lekat bulatan berwarna keemasan itu.
Segala rasa tiba-tiba berkecamuk dalam rongga dadaku.
Menguras sisa-sisa tenagaku.
Aku kemudian terduduk lemas disisi dermaga ini.
Kakiku menjuntai menikmati hempasan air laut.



Perlahan kupejamkan kedua mataku. Sementara telingaku masih dimanjakan suara deru ombak yang seolah bertanya “Ada apa” padaku.
Untuk beberapa saat,
Aku dibuai oleh semilir angin yang kemudian berhenti dan menghilang.


Seketika kubuka mataku,
Kubelalakkan mataku.
Desakan dari dalam rongga dadaku tak lagi tertahan.
Semuanya tak lagi kurasakan.
Kerongkonganku seolah boom waktu yang siap meledak.
Aku berteriak,
Dan menangis sejadi-jadinya.
Aku berteriak,
Meneriakkan segala kepenatanku.
Aku menyerah,
Aku benar-benar menyerah….
Aku kemudian terkulai lemah dengan segala
Penatku……

Jumat, 11 Juli 2014

BERI AKU KEKUATAN



         
Kesedihan dan kebahagiaan itu milik Allah. Aku  hanya bisa pasrahkan semuanya pada-Nya. Ketika bahagia itu menyelimutiku dan ketika kesedihan itu menyapaku. Ketika bahagia, aku berusaha untuk untuk mensyukuri semuanya. Dan ketika duka itu menerpaku, aku selalu kupinta pada Allah agar memberiku ketabahan hati.
Saat bahagia yang telah kulalui bersamanya-Dudi, aku berusaha untuk mensyukurinya. Dan ketika duka yang dipatrikan Dudi dihatiku ini, akupun berusaha untuk tabah menjalaninya. Meski memang takkan mudah bagiku untuk melepaskannnya begitu saja setelah semua yang telah terjadi di antara kami.
Namun, kembali aku percaya bahwa ini semua adalah takdir Allah. Aku yakin, Dudi memang bukan jodohku. Aku hanya ini berprasangka baik pada Allah. Aku yakin, bahwa kelak akan datang seseorang yang sangat mencintaiku yang telah diciptakan Allah untukku. Walaupun belum dipertemukan, namun aku yakin dia sudah diciptakan oleh Allah untukku.
Keyakinanku semakin kuat saja, karena ketika aku berdoa “Ya Allah berikanlah aku jodoh yang terbaik dan dekatkan jodohku itu.” Allah justru semakin menjauhkan Dudi dariku. Awalnya aku masih sangat berharap semoga semua ini hanya mimpi dan kelak aku akan terbangun dengan Dudi disampingku –sebagai suamiku-. Namun, Asma membangunkanku dan menyajikan fakta baru tentang orang tercintaku itu. Fakta bahwa Dudi takkan pernah jadi milikku. Karena Dudi telah sah menjadi suami seorang wanita yang bernama Uni. Ya, wanita bernama Uni yang menghancurkan segala impianku. Impian untuk bersama Dudi.  Impian untuk membangun bahtera rumah tangga bersama Dudi. Impian  untuk menjadikan Dudi sebagai ayah dari anak-anakku kelak.
Sungguh aku tak sanggup menerima kenyataan ini. Bahkan ketika Asma menyampaikan kabar itu padaku, aku hanya bisa bergumam “Kau pasti bohong Asma, pasti bukan Dudi itu. Pasti temannya Dudi itu yang sudah kawin to. Pasti salahko Asma. Pasti salahko…. L” namun, ternyata semuanya memang benar, aku tidak sedang bermimpi. Dudi memang sudah menjadi suami orang lain.
“Ya Allah, sungguh aku percaya akan takdirmu ya Allah. Namun, ini sungguh berat bagiku ya Allah, tabahkan hatiku ya Allah. Aku sangat mencintainya. Cinta ini adalah anugerah-Mu dan aku mohon angkat perasaan ini dari dadaku ya Allah. Angkat rasa cinta yang akan membuatku terpuruk ini ya Allah. Jauhkan aku dari prasangka  buruk terhadapmu ya Allah. Aku yakin takdirmu yang terbaik, meski itu tak mesti terindah J
Insyaallah saya kuat ya Allah