Makassar, 21 April 2016
Malam ini
pertengkaran itu mulai lagi. Semuanya kembali seperti itu. Pengertiannya yang
aku harapkan justru berakhir pertengkaran lagi. Dan pada akhirnya dia minta
mengakhiri hubungan ini, katanya dia lelah dengan hubungan kami ini. Ya, aku
hanya bisa menerima keputusannya. Aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya bisa
mengikhlaskan jika memang dia menganggap bahwa ini adalah jalan terbaik untuk
hubungan kita. Meski aku ketakutan dengan keputusannya karena jika dia
memintaku untuk melunasi utangku padanya aku tidak akan sanggup dalam waktu
dekat ini.
Menurutku
ini hanya karena hal kecil. Hanya karena aku tidak bisa menemaninya ke acara
ulang tahun Enno. Aku yang sedang sibuk mengurusi keperluan berkasku untuk
melamar pekerjaan nanti. Dan aku juga berharap bisa mengurangi pertengkaranku
dengan ibuku. Karena pertengkaran itu yang membuatku kesulitan mendapatkan
pekerjaan. Tapi dia tetap tidak mengerti. Yang dia pikirkan hanya perasaannya
saja. Aku merasa sangat tertekan.
Awalnya
aku kan sudah memastikan padanya bahwa aku tidak bisa menghadiri acara itu.
Namun, dia memaksa hingga akhirnya aku meninggalkan rumah pukul 20.00 wita. Dia
merasa bahwa aku sudah terlambat, dan dia tak henti memakiku dan berkata
“Jangan mako hubungika lagi nah? Jangan mako pernah hubungi ka lagi. Pulang
mako sana, maumi juga pulang orang. Mauma pulang!!!!”. Aku yang sedih dan
berlinang airmata kemudian memutar balik motorku dan dia tak henti meneriakki
ku. Kemudian di memanggil Enno. Enno datang bersama maminya. Aku malu dengan
sikapnya. Albi pun tidak mampu lagi berkata apa-apa. Dia hanya terdiam
menatapku dengan linangan airmata yang membanjiri pipiku.
Jujur aku
mantap ingin mengakhiri semuanya jika sikapnya tetap seperti itu. Aku dak
sanggup dengan sikapnya yang egois itu. Aku dak sanggup L
Tidak ada komentar:
Posting Komentar