Mataku
terpaku pada langit malam yang begitu indah malam ini. Begitu indah kilaunya
sehingga membuatku terhanyut dengan lamunan indahku. Hanya bangku diteras rumah
yang menjadi saksi kesepianku malam ini, hingga sebuah suara membuyarkan
lamunanku.
“Eky…”
panggil suara itu. Suara yang tidak asing bagiku. Seakan tidak percaya dengan
sosok yang kini berdiri di hadapanku, aku mengucek mataku. Kulihat lagi sosok
didepanku itu, kemudian kucubit lenganku agar aku yakin bahwa aku tidak sedang
bermimpi.
“Kak
Dudi?” akhirnya aku sanggup menyebutkan namanya. Sosok lelaki yang selama 4
bulan terakhir ini seperti lenyap dari duniaku. Aku kemudian bangkit dari
bangkuku dan memeluknya.
“Kakak
kemana aja? Aku kangen banget ma kakak.” Tak terasa airmata itu telah membentuk
sungai kecil dipipiku. Hangat dekap ini yang sangat kurindukan. Pelukan hangat
ini yang membuatku sangat merindunya.
“Koq
nangis?” tanyanya sambil menyeka airmataku yang semakin deras saja membanjiri
pipiku. Rasa rindu yang meletup-letup didadaku yang membuatku tak mampu membendung
airmata ini.
“Aku
kangen banget ama kakak. Aku tuh rindu setengah mati. Mana kakak gak pernah
ngabarin aku. Handphonenya juga gak
pernah aktif.” Jelasku.
“Iya,
maafin aku ya saying. Kakak juga rindu koq sama kamu pesek. Kakak malah kangen
banget sama kamu. Cuma memang disana gak ada sinyal. Gimana kakak mau ngasih
kabar sama kamu saying. Sekali lagi kakak minta maaf.” Jelasnya yang
dilanjutkan dengan kecupan hangat tepat di keningku.
Dudi
kemudian merenggangkan pelukanku dan mengajakku untuk duduk dibangku yang tadi
kududuki.
“Yuk
duduk lagi. Kakak capek nih…” tanpa kulepaskan pelukan itu, aku berjalan menuju
bangku semula. Aku kemudian duduk disebelahnya masih dengan pelukan yang sangat
erat.
“Kakak
koq pergi gak bilang-bilang sih?” rajukku.
“Mau
ngasih surprise aja buat kamu. Hehe”
“Ugh…
surprise kakak gak lucu. Aku hamper aja
mati karna kangen ma kakak. Kakak udah kayak hilang ditelan bumi. Mana aku Tanya
sama Mail, dia jawabnya juga bilang gak tahu. Aku kan jadi panic kak.”
“Hehe,
aku kan sekongkol sama Mail.
“Ih
dasar ya…. Dasar emang sepupuan yang kompak kalian ya?” jawabku, kemudian ku
pasang muka manyun di depannya.
“Ih,
jangan manyun gitu dong… ntar tambah pesek loh….” Bujuknya
“Biarin…
pokonya aku ngambek. :P”
“Ih
pesek… jangan gitu dong.” Bujuknya dengan wajah yang sedikit memelas di
hadapanku. Aku sungguh tidak tega melihat wajahnya yang seperti itu.
“Iya
deh… aku maafin, tapi janji jangan diulang lagi ya? Janji?” kemudian ku
tawarkan jari kelingkingku padanya. Dia pun menyambut apitan kelingkingku.
“Janji.”
Jawabnya mantap kemudian mengecup kembali keningku.
“Aku
tuh saying banget ma kamu Eky ku saying. Gak mungkin aku bikin kamu menunggu
kayak gini lagi. Sueeeerrrrr. Oh iya, aku punya sesuatu buat kamu. Tapi, kamu
tutup mata dulu dong”
“Apaan
sih? Kejutan apa? Iya deh aku tutup mata aku.” Kemudian kutututp mataku dengan
telapak tanganku sendiri.
“Gak
boleh ngintip ya?” Dudi kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah
dari dalam saku jaketnya.
“Oke,
sekarang, buka matanya.” Aku kemudian membuka mataku dengan perlahan.
“Tadaaaaa,
ini buat kamu pesek ku saying….”
“Apa
ini kak?” tanyaku. Dudi kemudian berlutut dihadapanku. Sambil membuka kotak
kecil itu dengan perlahan.
“Will you marry me my princess?”
Dengan
bibir yang bergetar ku jawab pinangan Dudi itu.
“Yes I will.” Aku kemudian ikut menunduk
dan memeluk erat Dudi. Lelaki yang selama ini sangat aku cintai. Rasa bahagia
yang begitu memuncak didadaku. Serasa aku
adalah wanita yang paling beruntung malam ini. Sungguh aku sangat bahagia
karena apat bersatu dengan orang yang
sangat aku sayangi itu.